Saturday, December 18, 2010

A d i l

Dalam perspektif Hablumminannas atau hubungan antar manusia, berperilaku adil dan seimbang  (justice and fair) adalah adalah hal yang utama dalam agama Islam. Ada beberapa ayat  yang saya catat mengenai kewajiban berlaku adil antara lain dalam Al-Quran surat An Nahl 16:90, An Nisaa 4:58, 135, Al Maa’idah  5:8, Al Hujuraat  49:9, Al Mumtahanah 60;8, Ar Rahmaan 55:9 dan masih puluhan ayat yang lainnya. Allah SWT sudah mengajarkan lewat alam raya bahwa intisari kelangsungan hidup adalah seimbang, tinggal kita menerapkan dalam kehidupan.

Menurut Al-Quran, segala sendi kehidupan menuntut kita untuk berlaku adil dalam segala hal misalnya berdagang, berbicara, bersaksi, memberi hak orang lain, perselisihan, hutang piutang, memberi hukuman/balasan, dan bahkan harus adil dalam menghadapi orang/kaum yang kita benci (QS Al-Maa’idah 5:8).

Hemat saya, definisi "adil" cukup sederhana saja, yaitu pada saat kita memperlakukan orang lain sesuai porsi yang seimbang dan ketentuan-ketentuannya, kemudian orang lain tersebut mau menerima dengan ridha dan ikhlas ketetapan kita. Kedua belah pihak harus legawa.
Mungkin prakteknya yang agak susah adalah perihal ikhlas-nya. Apabila adil sudah ditegakkan maka kasih, sayang dan ikhlas akan mengikuti. Keadilan yang sebenar-benarnya dan mutlak hanyalah milik Allah semata.

Misalnya, dalam menimpakan hukuman terhadap anak tentu kita harus melihat tingkat kesalahan yang sudah dilanggar.  Pelanggaran berat hukumannya tentu tidak sama dengan  pelanggaran ringan. Begitu pula sebaliknya dalam pemberian reward. Kalau sama rata tentunya malah tidak adil.

Oleh karena itu adil juga dekat berkaitan dengan hukum, maka tidaklah heran kalau ada banyak hukum Islam yang mengatur tentang hak dan kewajiban terhadap sesama manusia.

Tidak seperti orang lain yang mengagung-agungkan perihal "kasih" dan "cinta" dalam tatanan kehidupan. Di Islam, cinta dan kasih juga hal yang penting tapi bukanlah hal yang substantif. Cinta dan kasih yang berlebihan malah mengandung efek samping yang kurang baik entah pilih kasih, tebang pilih, anak jadi manja, orang jadi merasa terkekang, kita jadi posesif dan sebagainya. Sementara itu tidak ada efek buruk dari suatu keadilan yang hakiki.


Jakarta-Madinah, 18 Desember 2010

Monday, November 01, 2010

Ternyata Masih Ada Produk Bukan Buatan China :)

Hari ini iseng jalan-jalan sama Bimo ke sekitar Chornice, Jeddah. Di tengah gempuran produk China masih ada produk-produk yang bukan made in China.


Ada panci aluminium buatan Egypt (Mesir) seharga 15 Riyal.

Steker T listrik buatan Spanyol, cuman 1 Riyal.


3 Pasang kaos kaki olahraga model pendek semata kaki buatan USA, seharga 15 Riyal.

Semuanya produk berkualitas dengan harga terjangkau.
Apakah ini tanda-tanda akan runtuhnya dominasi  produk-produk China?
Ah sepertinya tidak. Diseantero ballad masih jutaan produk dengan label Made In China.
Saya rasa disini kekuatan ekonomi mereka, sektor ril !

Bimo lagi nyari-nyari kacamata baca produk China seharga 5 Riyal.

Saturday, October 30, 2010

Dari Canon Photo Marathon 2010


Acara perlombaan yang diikuti peserta lebih dari 2000 orang ini adalah acara hunting sekaligus lomba foto terbanyak di Indonesia yang pernah ada, sehingga mendapat penghargaan rekor MURI. Peserta juga datang dari berbagai penjuru nusantara.

Acara hunting dan lomba foto yang kedua ini digelar oleh PT Datascrip pada tanggal 16 Agustus 2010 di Tribeca Central Park Slipi, Jakarta Barat.
Di album ini ada beberapa foto yang sedianya saya ikutkan dalam lomba, tapi karena beberapa pertimbangan saya batalkan.

Thursday, September 02, 2010

Konsep Baiti Jannati

Dari jaman batu hingga jaman beton, manusia butuh rumah sebagai tempat berlindung dan berkumpul. Jaman sekarang, orang berlomba-lomba menghias memperluas, mengisi dengan berbagai perabot mewah demi mencari kenyamanan rumah sebagai fungsinya untuk tempat tinggal.  Tapi tetap saja orang nggak betah berlama-lama tinggal dirumah.
Foto: Rumah dibelakang kost Toni Merbabu di Jogya


Suatu hari saya mendengar instruktur saya bernasehat. Bahwa kenyamanan suatu rumah dilihat bukanlah dari besar dan mewah, tapi damai suasana didalamnya terutama ditentukan oleh jiwa para penghuni. Rumah yang selalu dirindukan semua anggota keluarga untuk berkumpul kembali sejauh apapun kita melangkah keluar rumah.

Foto: Suvenir miniatur keramik Al Quran di rumah Rudi dan Yura


Tidak perlu perabot yang luks, semua isi rumah kita buat dari hati pikiran yang bersih. Semua tiang kita bangun dari ajaran-ajaran agama yang kokoh.
Tidak perlu bangunan yang luas, yang penting para penghuni dalam rumah dituntut untuk teduh dan lapang dalam menyikapi berbagai persoalan hidup. Sehingga tidak ada cerita anak, istri atau suami yang minggat/kabur dari rumah,  mertua dan orangtua yang nggak krasan tinggal dirumah menantu/anaknya karena masing-masing penghuni menciptakan pertengkaran neraka didalam rumah.

Foto: Taman Sari, Jogya

Hapus semua, rasa curiga orangtua ke anak, anak yang mendebat kakek/nenek, mertua ke menantu. Hilangkan hidup berkasta-kasta dengan pembantu, supir, tukang yang telah berjasa kepada hidup kita. Harmonisasi yang baik dalam sebuah rumah akan berimbas aura positif kepada penghuninya.
Jadikan rumah sebagai sarana tempat untuk berkumpul membagi kasih sayang dan berempati dengan orang disekitar kita. Nasehat diatas terdengar klasik, ratusan kali terdengar oleh kita. Tapi, terapkanlah sekali saja untuk seterusnya. InsyaAllah akan ada rahmat yang berkunjung serta diluaskan hati kita.
Foto: Sudara Nikk di Pacet


Apapun jenis rumah anda, rumah kontrak, rumah petak, rumah kayu, rumah susun, rumah mewah, rumah RSS, apartement, yang penting anda punya konsep pulang ke rumah sebagai analogi surga. 
Karena sebagai muslim kita mengenal konsep qolbu mukmin baitullah. Didalam kalbu seorang mukmin terdapat 'rumah' lapang Allah. Ada kelapangan hati kita untuk kembali kepada pencipta. Karena itu Nabi membuat konsep baiti jannati, rumahku adalah surgaku.
Yes, I’m going home kids.

Thanks to Capt. B. Iswana yang sudah memberi saya banyak pelajaran hidup.

Saturday, August 07, 2010

Redenominasi, Niat Baik dan Berpikirlah Positif

Belakangan ramai media mengulas  rencana pemerintah lewat BI untuk menyederhanakan nominal uang kita yang terlalu banyak angka nol-nya tanpa mengurangi nilai mata uang itu sendiri, istilah kerennya  “redenominasi”. Sebagai orang yang awam mengenai ekonomi, saya nggak akan membahas untung rugi atau hal-hal teknis berkenaan dengan istilah yang pengucapannya pun saya masih belepotan.
Tiba-tiba saja semua orang sekitar saya sudah menjadi pakar ekonomi menjelaskan kerugian-kerugian redomisilasol ini, tuuh kan belepotan. Ada yang bilang enak dong nanti koruptor cuman bawa hasil korupsinya dalam satu dompet aja yang seharusnya berkoper-koper. Yang lain bilang, sebaiknya pemerintah ngurusin hal-hal  yang lebih penting, udah enak-enak kondisi ekonomi kayak sekarang. Nanti malah amburadul lagi, rakyat bisa rush, harga-harga tidak terkendali, chaos, kolapse, hiperinflasi waduhh…
Lagi-lagi banyak pihak dan masyarakat yang alergi pada suatu perubahan. Padahal saya melihat ada suatu niat baik dalam rencana ini.
Niat baik tidak selalu mendapat respon yang baik. Beberapa hari lalu saya baca tulisan Jaya Suprana mengenai hal good willing ini, dia mencontohkan ide menggratiskan listrik oleh Dahlan Iskan -direktur PLN- yang ditentang sekumpulan politik manusia, atau rencana pendidikan gratis di suatu kota di ujung Jawa Timur yang ditanggapi remeh oposisi lawan-lawan si Bupati, sementara ide Pak Jaya sendiri mengadakan pelayanan kesehatan gratis juga dianggap hal-hal yang nyleneh oleh beberapa pihak.
Alasan ketidak setujuan dengan niat-niat baik itu macam-macam, ada yang berpikir hal semacam itu tidak membuat masyarakat jadi tidak mandiri, manja, tidak mendidik dan sebagainya (ingat BLT?).
Kebanyakan manusia memang selalu resist dengan perubahan.  Seorang teman blogger (Lukie) menulis, kecenderungan manusia untuk bersifat lembam, yaitu sifat benda untuk terus berada/mempertahankan kondisi terakhirnya. Menurut saya adalah benar adanya, khususnya di tatanan masyarakat kita. Mungkin hampir sama dengan keengganan saya untuk keluar dari “comfort zone”, padahal kata sebagian motivator hidup, hal ini sangat merugikan.
Kenapa kita selalu berprasangka buruk terhadap suatu rencana (baru rencana lho) yang baik? Karena mungkin pelaksanaan rencana tersebut banyak menyimpang dari niatan semula. Masih menurut Jaya Suprana, Misalnya: niat baik konversi minyak dan pengadaan tabung gas kecil 3kg yang lebih terjangkau malah jadi bencana ledakan, niat busway mengurangi macet malah jadi sumber macet. Akhirnya orang malah pesimis dengan semua rencana dan niat baik pemerintah. Baru diwacanakan sudah ditentang. Iya bener juga sih!!!
Trus bagaimana kita mau berubah kalau skeptis untuk menerima perubahan? Saya sendiri belum menemukan solusinya selain lagi-lagi dengan dua hal yang sangat berat untuk diaplikasi dalam kehidupan ini: Positive thinking dan ikhlas.

Wednesday, July 28, 2010

Liburan Panjang 2010


Bagasi disulap jadi kabin buat tidur balita. Baju-baju ditumpuk dibawah jadi kasurnya.

Apess...Dapat cuti kok kebetulan bareng liburan sekolah. Kursi pesawat penuh, terpaksa jalan darat sejauh kurang lebih 3000 km lebih Jakarta-Bali pp membawa para balita.

Blog :
http://lasem2.multiply.com/journal/item/53/Menyusur_Pulau_Jawa_dan_Bali_Bersama_Para_Balita

Tuesday, July 27, 2010

Menyusur Pulau Jawa dan Bali Bersama Para Balita

Membawa serta anak-anak yang masih balita dalam perjalanan liburan via jalan darat menyusuri sepanjang pantai utara pulau Jawa memang agak riskan. Tadinya saya ragu, mengingat tahun kemarin rencana ke Pangandaran terhenti cuman sampai kota Bandung karena kepenatan anak-anak.

Kalau Nadine (9 thn) saya tidak terlalu khawatir, karena sedari kecil terbiasa jalan-jalan dengan berbagai moda transportasi. Leslie (4 thn) dan Akmal (2 thn) adalah tantangan tersendiri buat saya untuk diikut sertakan. Kedua anak saya terakhir itu mempunyai sifat unik. Leslie suka “berulah” dan cenderung aktif, sementara Akmal masih menyusui dan agak manja dan kolotan.  Dan saya sendiri sering tidak tahan mendengar rengekan-rengekan anak kecil yang berkepanjangan.

Singkat kata, dari Tangerang perjalanan terhenti di Pekalongan setelah kami mengalami insiden pengetukan kaca mobil oleh preman Tegal di lampu merah. Saya tidak akan mengambil resiko melewati alas roban pada tengah malam untuk meneruskan perjalanan ke Semarang, kota rencana semula untuk singgah menginap.
Alhamdullilah akhirnya semua lancar, anak-anak juga tidak mengalami kesulitan yang berarti. Setelah semalam di Pekalongan berturut-turut kami menginap di Surabaya, Desa Junggo-Batu, Pronojiwo-Lumajang dan Situbondo.

Rute Surabaya-Malang-Lumajang melewati Semeru selatan adalah napak tilas rute favorit saya waktu kecil, jaman keemasan cengkeh tahun 80-an. Pemandangan sepanjang jalan berkelok-kelok sangatlah indah. Sayang beribu sayang selama dua hari itu awan mendung dan hujan rintik ikut berkolaborasi bersama perjalanan kami menutup indahnya panorama Semeru. Padahal saya ingin menunjukkan ke anak-anak indahnya suasana pedesaan di selatan kaki gunung Semeru.
Semua belum berubah sejak sekitar 10 tahun yang lalu terakhir saya lewat rute ini, hanya jumlah kendaraan saja yang bertambah dan jembatan buatan Belanda yang  tua nan indah itu –Gladak Perak-  sudah tidak terpakai digantikan jembatan baru yang dibuat oleh pemerintah.  

Menginap semalam di desa Oro-oro Ombo, Pronojiwo-Lumajang perjalanan berlanjut lagi. Setelah mampir sebentar di rumah masa kecil Ibu saya di Tekung, Lumajang, perjalanan kami berakhir sementara di Situbondo.
Di Situbondo kami juga sempat jalan lagi ke pantai yang eksotis  Tanjung Papuma, kurang lebih 25 kilometer arah selatan kota Jember atau sekitar 100 Km dari Situbondo.

Kira-kira setelah seminggu di Situbondo kami meneruskan petualangan  lagi ke Denpasar, Bali. Kali ini rombongan bertambah jadi total sepuluh orang.  Etape ini saya tidak terlalu mengkhawatirkan mood anak-anak karena turutnya Akung dan Uti dan para kemenakan istri saya. Tentu mereka akan turut menghandle balita-balita ini.

Selama 5 hari dan 4 malam di Bali touring berlanjut tiap hari, mulai Sanur, GWK, Uluwatu, Kuta, pasar seni Sukawati, Tampak Siring (tidak sempat masuk istana karena harus pakai surat izin tertulis), Kintamani, Denpasar, Kuta lagi, sampai ke perkawinan sepupuku Ferry. Praktis tidak ada yang mengeluh dengan perjalanan menyenangkan ini. Saya lihat trip odometer GPS sudah menunjukkan 1,437 km perjalanan kami. Angka aktualnya adalah lebih dari itu sebab beberapa kali GPS saya matikan karena sudah tahu jalan.

Dari Bali saya sendiri kembali ke Jakarta via udara karena cuti sudah habis. Anak-anak dan rombongan  kembali jalan darat ke Situbondo.

 Saya tidak menanyakan istri mengenai kondisi terakhir anak-anak, sementara saya sendiri agak meriang ketika berdinas selama 5 hari. Lepas dinas saya balik lagi ke Surabaya guna menyusul mereka, membawa pulang kembali ke Tangerang melewati rute sebelumnya yaitu pantura. 

Menginap semalam di Semarang karena saya tidak mau melewatkan malam final piala dunia 2010 di jalanan. Sebelumnya  kami kelelahan terjebak macet kecelakaan truk tronton selama dua jam di Pati-Rembang. Keesokannya secara nonstop bergantian dengan istri selama 8 jam lebih kita sampai dengan selamat di Tangerang mengakhiri liburan panjang kami sepanjang jalan raya Pos, jalan Daendels.

Foto-foto

Saturday, July 17, 2010

Surat Ijin Berkunjung Ke Istana Tampak Siring

Masyarakat umum yg ingin berkunjung ke Istana Kepresidenan Tampaksiring dapat mengajukan surat permohonan ijin kepada :

Kepala Istana Tampaksiring
Jl. Astina Pura Utara
Manukaya, Tampaksiring
Gianyar Bali 80552
Tlp 0361 901400, 901600
Fax 0361 901300

Surat berisi
1. Nama pemohon, alamat, No telp/HP (termasuk penanggungjawab rombongan)
2. Tgl/hari/jam kunjungan Senin-Jumat 0800-1430 WITA
3 Jumlah peserta (daftar peserta dilampirkan)

Surat permohonan diterima paling lambat 7 hari kerja sebelum tanggal kunjungan. Tata tertib berkunjung akan disampaikan setelah ijin berkunjung diterbitkan.
Selama berkunjung ke kompleks istana akan dipandu.
KUNJUNGAN TIDAK DIKENAKAN BIAYA APAPUN

Monday, June 28, 2010

Piala Dunia (1994) dalam kenangan

Berbekal impian sedari kecil yaitu melihat langsung partai piala dunia secara langsung sekali saja dalam hidup, saya berangkat ke stadion Stanford, Palo Alto, sekitar 30 mile selatan San Fransisco. Walaupun sudah baca di Koran bahwa tiket telah habis terjual jauh hari sebelum pertandingan, tetap saja saya bertekad bisa masuk stadion. 
Paling tidak pasti ada acara-acara menarik sekitar venue yang bisa ditonton, maklumlah pesta olahraga manusia sejagat. Tapi masalahnya sepakbola bukan olahraga populer di Amerika Serikat. Iklan komersial salah satu minuman ringan sampai menyindir dengan kata-kata yang artinya kira-kira : Marilah kita ramaikan dan tontonlah pertandingan olahraga terbesar di planet bumi ini, bahkan lebih besar daripada gabungan tiga cabang olahraga terpopuler disana yaitu American football (rugby), basketball dan baseball. 
Anehnya sesampai konter penjualan, tiket untuk penonton go show juga sudah ludes. Padahal saya datang ke stadion lebih awal. Rupanya tiket lewat pemesanan diborong oleh sponsor produk buat diberikan kepada pelanggannya lewat promosi-promosi dan undian.  Sementara alokasi tiket go show yang dijual on the spot sangatlah sedikit, saya belum sempat mengantri tiket sudah habis.
Beruntung seseorang bule Amerika menghampiri saya sambil menawarkan tiket yang dipegangnya, sudah pasti ponakan tulen paman Sam yang gak doyan bola. Transaksi sama sekali nggak alot karena dia menjual lebih murah dari harga yang tertera di tiket, sudah pasti juga dia bukanlah calo tiket. Entah dapat tiket dari membeli TV atau diberi hadiah oleh istrinya. Yang jelas nama di tiket tertera nama orang timur tengah. Bagi saya persetan adanya, yang penting salah satu mimpi saya jadi kenyataan.
Masuk stadion saya agak sedikit kecewa  bukan karena ternyata banyak kursi yang masih kosong di tribun meski tiketnya nil, akan tetapi karena tempat duduk tiket itu ternyata ada di belakang tiang gawang. Apalagi stadion Stanford adalah stadion dengan peruntukan lapangan American football, dimodifikasi sedemikian rupa plus terdapat lintasan atletik, membuat jarak dibelakang tiang gawang lebih jauh daripada stadion bola tanpa lintasan atletik. 
Ah… ya sudah lah, saya juga tidak fokus pada pertandingan antara Kamerun dan Rusia ini padahal pertandingan sarat dengan gol (skor 6-1 buat Rusia). Saya lebih mengamati suasana didalam stadion yang tetap riuh dengan sorakan penonton Amerika yang mungkin mereka juga gak ngerti istilah “offside” dan “handsball” toh mereka tetap atraktif, namanya juga pesta.

Foto bersama legenda sepak bola dari Brasil, Edison Arantes do Nascimento :))

Monday, May 31, 2010

St. Elmo's Fire

Fenomena St. Elmo's Fire di atas Srilanka (22 April 2010). Terlihat kilatan cahaya yang bergesek dengan pesawat kami, kilatan cahaya terlihat di kaca depan. Gambar kurang jelas karena hanya memakai kamera HP. Subhanallah!



Apa itu St. Elmo's fire bisa dibaca di:
http://en.wikipedia.org/wiki/St._Elmo%27s_fire

Salipan Pesawat

Di ruang udara ada semacam jalan imajiner yang dilalui pesawat yang dikenal dengan airways. Jadi pesawat tidak terbang sembarangan, mereka seringkali mengikuti airways tersebut. Mereka bisa saja offset atau keluar jalur dengan berbagai alasan dan izin pengontrol, misalnya menghindari cuaca jelek dan awan.


Jadi adalah hal yang biasa didunia penerbangan bersalipan atau sisipan dengan pesawat lain dijalur yang sama.

Supaya tidak bertabrakan maka dibuat saling silang ketinggiannya. Misalnya ke Barat ketinggian genap (24000, 26000, 28000 kaki dst), sementara ke Timur ketinggiannya ganjil (25000, 27000, 29000 kaki dst).

Wednesday, May 26, 2010

Kiat Sukses Deniek G. Sukarya dalam Fotografi dan Stok Foto


Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Arts & Photography
Author:Deniek G. Sukarya
Baru-baru ini saya membeli salah satu buku tulisan Deniek Sukarya berjudul “Kiat Sukses Deniek G. Sukarya” cetakan ke-3 (Februari 2010) setelah saya memutuskan untuk pasif atau setengah vakum untuk urusan jepret-menjepret. Disaat saya mungkin sudah agak jenuh dengan kegemaran fotografi ini, saya tertarik pada tulisan di halaman awal, buku ini dipersembahkan untuk pecinta fotografi dengan harapan akan bisa bermanfaat sebagai pemandu dalam menjelajahi dunia fotografi yang sangat menyenangkan, baik sebagai profesi maupun hobi seumur hidup.

Membuka lebih jauh lagi buku ini memang menyuguhkan sisi lain dari lebih dari sekedar fotografi sebagai hobi atau pekerjaan. Disertai dengan gambar-gambar full color yang “hidup” hasil karya Deniek diberbagai kesempatan, seolah kita diajak berpetualangan ke berbagai tempat indah di Nusantara dan belahan lain didunia.

Foto-foto yang ada didalam buku ini dicetak dikertas yang berkualitas dilengkapi dengan data teknis, jenis kamera dan lensa. Walaupun menurut saya data teknisnya masih kurang detail, tapi cukup untuk mengobati rasa penasaran pembaca awam seperti saya. Sebenarnya bukan hanya kemampuan teknis saja yang diperlukan oleh seorang fotografer, tapi juga jiwa seni, perspektif memandang suatu gambar hidup, keberuntungan, dan tentu saja gear yang mumpuni. Dan semua itu ada pada karya foto Deniek G. Sukarya yang khas.

Kiat-kiat praktis memperoleh hasil jepretan yang maksimal juga dituang dibuku ini dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Rahasia teknis khas dan pendekatan pribadi yang menjadi dasar pertimbangan kreatif Deniek dalam menciptakan foto yang memikat terdapat disini ini.
Begitu pula petunjuk informasi mengenai stok foto sangat berguna bagi fotografer yang menggeluti bidang ini.

Tip dan trik ditulis dengan asumsi para pembaca sudah mengerti tentang foto, paling tidak mengerti konsep “The exposure triangle”. Jadi buat yang baru belajar fotografi jangan berharap pelajaran detail dasar-dasar fotografi pada buku ini. Walau begitu ulasan global dasar fotografi disertakan secara minimalis. Pun olah digital secara umum dalam fotografi juga dibahas dalam 16 halaman berikut foto. Sebagai fotografer senior Deniek tidakmengharamkan proses olah digital seperlunya. Menurutnya program pengolah foto semacam Adobe PS adalah alat yang sangat dahsyat yang seharusnya dipergunakan secara bijaksana dan terkontrol.

Ada juga cerita dibalik pengambilan foto-foto pemandangan, yang menurut saya hal seperti ini lebih menarik untuk dibaca daripada analisa teknis suatu foto. Saya juga setuju dengan pendapatnya bahwa komposisi foto yang bagus adalah komposisi yang pas di hati.

Ada satu pertanyaan yang mengganjal saya, kenapa ada salah satu merk kamera yang hampir tidak pernah ditongolkan nama/merknya dalam data foto-foto dalam buku ini?. Hanya disebut SLR/DSLR pada model kamera. Tapi kemudian terjawab pada hal. 65, Dimana Deniek harus mengganti merk tersebut dengan merk lain karena hal teknis. Sebagai seorang professional dibidangnya dia perlu mengikuti kemajuan teknologi dengan mengejar besaran pixel maksimal (full frame) yang menjadi tuntutan pasar. Untuk itu tidak bisa setengah-setengah untuk menggantinya harus menyeluruh. Dan tentu saja barangkali -menurut saya- tuntutan kontrak dengan produsen kamera yang jadi sponsornya.

Buat saya yang awam (baca: amatir) dan hanya menjadikan fotografi sebagai kesenangan, buku ini saya anggap sangat cocok untuk dibaca, dikoleksi dan dinikmati gambar-gambar indah didalamnya baik sebagai referensi atau inspirasi. Terbukti saya kembali bergairah untuk hunting dan berfoto-foto lagi kendati downgrade ke kamera pocket prosumer.

Judul Buku: “Kiat Sukses Deniek G. Sukarya Dalam Fotografi Dan Stok Foto”
Penerbit: PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia
Tebal: 168 halaman
Harga: Rp148.000- (Sekarang lagi sale di Gramedia jadi Rp129ribuan)

Tuesday, May 25, 2010

Pelajaran Kesetiaan Pak Habibie


Sabtu (22 Mei 2010) sore dapat tugas mendadak penerbangan charter ke Munchen. Sudah terlintas dibenak saya pasti membawa pulang rombongan keluarga BJ Habibie pulang ke Indonesia, dikabarkan di TV tadi siang bahwa Ibu Ainun Habibie dalam kondisi kritis pasca operasi-operasi melawan kanker selama dua bulan di RS Ludwig-Maximilians-Universitat, Klinikum Grohadern, Munich. Tak lama kemudian diberitakan bahwa Ibu Hj. Hasri Ainun Habibie wafat pukul 22.35 WIB.

Penjemputan keluarga mantan presiden RI ke-3 atas prakarsa pemerintah yang dikoordinasi oleh wapres. Kami berangkat Minggu malam. Perjalanan ke Munich memakan waktu hampir 13 jam, kami hanya membawa kerabat dekat keluarga Habibie, petugas protokoler, operasi dan teknik penerbangan. Sesampai di bandara Munich kami transit kurang lebih dua jam. Menunggu rombongan dan peti jenazah. Kemudian bertolak, lepas landas lagi menuju bandar udara Halim Perdanakusuma di Jakarta.


Tidak ada yang peristiwa istimewa dalam perjalanan dinas ini kecuali satu hal, kesetiaan Bapak Habibie untuk terus dekat dengan istrinya Ibu Hasri Ainun. Selama dalam perjalanan pulang beliau tidak mau jauh dari almarhumah Ibu Ainun. Bahkan ketika pesawat terguncang oleh cuaca yang kurang baik diatas udara India, Pak Habibie terlihat memeluk peti jenazah itu sesekali mengelus-elusnya. Beberapa awak kabin matanya berkaca-kaca menyaksikan adegan haru tersebut.


Belakangan saya dengar dari Pak Dubes, ternyata beliau juga tidak mau menunggu di lounge VIP selama di bandara Munich tetapi ingin terus berada didekat jenazah istrinya.

Saya juga melihat sendiri saat peti jenazah berselimut bendera merah putih itu diturunkan di Halim Perdanakusuma, Pak Habibie terus mengikuti sampai masuk kedalam ambulans yang membawa ke kediamannya di Patra Kuningan. Kesetiaan seumur hidup yang sulit ditandingi.

Kesan saya selama penerbangan, keluarga dan kerabat Bapak dan Ibu BJ Habibie adalah orang-orang yang bersahaja untuk ukuran mantan orang no. 1 di negeri ini. Jauh dari publikasi negatif dan ambisi-ambisi politik. Mereka juga keluarga santun, menghormati sesama dan sayang pada keluarga. Tentu saja hal ini pasti tidak lepas dari pendidikan keduanya terutama Ibu Hasri Ainun –yang menurut Habibie, salah satu dari dua wanita yang berjasa dalam hidup setelah Ibunya-


Selamat jalan Ibu Hasri Ainun doa kami menyertaimu.

Kliping :
Kompas cetak 30 Mei 2010 Hal.1
SEPERCIK KENANGAN
Oleh Ninok Leksono

Kompas cetak 02 Desember 2010 Hal.1
Tulisan Ninok Leksono tentang peluncuran buku Habibie-Ainun karya BJ Habibie





Thursday, May 13, 2010

Greeting From Ranu Kumbolo


Selamat pagi Ranu Kumbolo!

Foto-foto ke Semeru (Ranu Kumbolo tahun kemarin Agustus 2009) kelupaan baru diupload ke MP.

Pemandangan pagi Ranu Pani, Lumajang diketinggian 2,119 m dari permukaan laut

Start bersama rekan-rekan Nikkapala dari pos Ranu Pani


Istirahat, sejenak dengan latar belakang savana "Pangonan Cilik"



Seorang MTB'er beraksi downhill menuruni Bukit Tanjakan Cinta. Start dari ketinggian sekitar 2469 dpl turun ke Ranu Kumbolo 2,390 dpl

 Matahari sudah tinggi, namun kabut enggan menyingkir dari campsite. Pantes udaranya lebih dingin dilembah.

Seorang rekan mengambil foto matahari terbit.

Suasana campsite Ranu Kumbolo yang masih diselimuti kabut.

Matahari sudah tinggi, namun kabut enggan menyingkir dari campsite. Pantes udaranya lebih dingin dilembah.


Team Nikkapala berdoa sebelum melanjutkan ke Kalimati, sesuai surat jalan. Quota ke puncak 500 orang sudah terpenuhi. Beruntung di Kalimati tiga orang bisa ke puncak Mahameru menggantikan quota yang batal.

Upacara bendera 17 Agustus 2009 diikuti segenap komunitas-komunitas pecinta alam

 Tranquil and Peace

I Love The Blue of Indonesia

Pemandangan bukit bukit kering Agustus dari dalam "losmen" di sekeliling Ranu Kumbolo

Reflection

Air kehidupan ranu dipakai buat minum, mandi, masak, mancing dan berenang :)

Friday, April 30, 2010

Berkenalan Dengan Teeza Dalam Mimpi

Secara fisik saya tidak pernah bertemu dan mengenal almarhum Teeza.  Saya hanya mengenal Pak Moekmin, Bapaknya yang menjadi kolega senior saya.

Dalam mimpi semalam saya berada di ruang tunggu terminal bus SAPTCO antarkota di Jeddah, bersama Pak Moekmin. Tujuan kami adalah Mekah.

Di lounge yang sejuk itu sambil memutar-mutar telepon genggamnya, Pak Moekmin seperti biasa ngobrol dan bercanda dengan saya dan seorang teman lagi yang juga akan berangkangkat beribadah umroh ke Masjidil Haram. Tiba-tiba HPnya terlepas dari genggamannya dan berputar di udara sebelum jatuh ke meja. 
    “Kamu ada di sini to Teez…?” Pak Moekmin seperti berbicara pada seseorang, entah dibagian mana di ruang itu. Pasti Si Teeza!, anaknya yang telah kembali menghadap Allah seminggu lalu.

Saya segera menyambar obrolan itu karena inilah saatnya saya berkenalan dengan Teeza. Beberapa hari yang lalu saya sempat mempunyai perasaan sedih yang nggak karu-karuan melihat Teeza terbaring dalam keadaan kritis di RS Siloam.  Kemudian keesokan harinya (Jumat, 23 April 2010) mendapat kabar SMS bahwa Teeza harus meninggalkan kita semua.

     “Mas Teeza… kenalkan saya Andre,” Saya memotong pembicaraan Pak Moekmin dengan anaknya. Padahal saya juga nggak tahu berada dimana lawan bicara saya.
     “Walaupun saya tidak pernah bertemu dan mengenal Mas Teeza, tapi saya ikut merasa kehilangan dengan kepergian Mas Teeza.”  Belakangan ini sejak kejadian kecelakaan yang menimpa Teeza saya sangat bersimpati dengan keluarga Pak Moekmin. Agak sedikit menyesal juga tidak pernah bertatap muka dengan Teeza secara langsung. Padahal dua kali saya mampir kerumahnya tapi tidak pernah berjumpa dengannya.
     “Saya minta maaf kalau punya salah sama Mas Teeza…”
     “Ohh…inggih Mas…I..nggiih…” tiba-tiba terdengar suara yang menggema memenuhi seisi ruangan itu. Suaranya ramah membalas obrolan imajiner saya, makin lama makin membesar volumenya, sampai membuat saya terjaga. Saya lirik jam dinding, baru pukul 2 dini hari.

     “Mimpi apa? Kok mengiggau kayak ngobrol sendiri?” istri saya rupanya kaget mendengar igauan saya barusan. Saya pun bercerita.

Harusnya saya malam ini sudah berniat datang ke rumah Pak Moekmin untuk tahlilan 7 harinya, tapi saya lupa memenuhinya. 
Selamat jalan Bro.. Teeza, maaf saya belum sempat berkenalan di Jakarta. Terimakasih sudah mengingatkan kami bahwa dunia adalah fana, sampai bertemu kelak disana.


Catatan :

Teeza Aria Putra (27 thn) adalah salah satu instruktur penerbang di STPI, Curug. Almarhum gugur dalam menjalankan tugasnya dalam sebuah kecelakaan di landasan bandar udara Budiarto (Senin, 19 April 2010). Pesawatnya TB10 menabrak sepeda motor yang masuk ke landasan.

Kliping Kompas :
- Rabu 21 April 2010 "Jalan Pintas Mengundang Maut"
Sabtu, 24 April 2010 “Teeza Telah Dipanggil Sang Khalik




Tuesday, March 30, 2010

Artikel Harga Air (NGI) Yang Menarik Saya

Saat membaca National Geographic Indonesia (NGI) edisi April 2010 ada artikel yang menarik yaitu Harga Air. Digambarkan disitu peta dunia dan letak beberapa kota dunia serta harga air.
Harga air leding sangat beragam, rentangnya bisa relatif besar  termurah Rp0  sampai termahal Rp90,700 di Kopenhagen dan Amsterdam (lihat tabel dibawah)
Untuk harga air termurah Rp0  dilatari oleh kepentingan politis dari rezim berkuasa untuk mendongkrak status, polpularitas dan kekuasaan (Turkmenistan dan Libya), sementara di India Harga rendah dimaksudkan untuk membantu rakyat miskin. Namun jawatan penyedia air  yang minim dana tidak mampu melayani daerah kumuh, dan memaksa penduduknya membayar biaya yang menggelembung kepada perusahaan air swasta di India.
Sementara di Irlandia, pajak bumi dan bangunan sudah termasuk pasokan air.
Masih menurut NGI, Walau kekurangan air, China tetap menekan harga air untuk menahan laju inflasi. Harga air kini dinaikkan untuk menggalakkan konservasi. Banyak yang percaya, kita akan lebih banyak menghemat air jika harganya lebih tinggi.
Hal menarik menurut saya adalah bagaimana bisa beberapa negara-negara di Afrika dan Timur Tengah yang tandus dan sebagian negara miskin (Etiopia, Kenya, Zambia, Nigeria), harga air bisa lebih murah dari negara kita yang gemah ripah loh jinawi ? Apalagi kalo musim hujan, air melimpah ruah hingga kejalan-jalan
Bahkan dibanding negara tetangga, termasuk China dan Korea harga air kita masih lebih mahal. Sementara PDAM tidak terlampau banyak menangguk untung dan merugi, ada apa PDAM ??
Untuk konservasi? I don’t think so…
Berikut adalah tabel nama kota, negara dan harga air (sudah konversi Rupiah) per satu meter Kubik tahun 2009. Artikel dari National Geographic Indonesia edisi April 2010 halaman 38, saya ketik ulang berdasarkan letak geografis sebagai perbandingan.
Sumber : Global Water Intelligence.
Australia dan Selandia Baru
Aucland, Selandia Baru, Rp38.600
Perth, Australia, Rp28.000
Brisbane, Australia, Rp39.700
Melbourne, Australia, Rp36.000
Sydney, Australia, Rp42.600
Afrika dan Timur Tengah
Addis Ababa, Etiopia Rp2.300
Aljir, Aljazair, Rp1.100
Cape Town, Afrika Selatan, Rp11.100
Casablanca, Maroko, Rp9.000
Damaskus, Suriah, Rp700
Dubai, UEA, Rp21.600
Gaborone, Botswana, Rp5.700
Johannesburg, Afrika Selatan, Rp4.800
Kairo, Mesir Rp7.000
Kigali, Rwanda, Rp6.200
Lagos, Nigeria, Rp3.300
Lusaka, Zambia, Rp1.900
Muskat, Oman, Rp15.300
Nairobi, Kenya Rp5.200
Ramallah, Tepi Barat, Rp15.300
Riyadh, Arab Saudi Rp3.000
Tripoli, Libia, Rp0

Tunis, Tunisia, Rp3.700
Windhoek, Namimbia,Rp18.600
 Asia
Ashgabat, Turkmenistan, Rp0

Bangalore, India, Rp1.700
Beijing, China, Rp5.400
Chongqing, ChinaRp4.100
Hiroshima, Jepang, Rp18.300
Hongkong, China, Rp5.400
Karachi, Pakistan, Rp300
Kolkata, India, Rp0

Kolombo, Srilanka, Rp1.100
Kumamoto, Jepang, Rp27.400
Moskwa, Rusia, Rp8.700
New Delhi, India, Rp800
Odesa, Ukraina, Rp4.400
Sapporo, Jepang, Rp22.800
Seoul, Korea Selatan, Rp5.700
Shanghai, China, Rp3.100
Taipei, Taiwan, Rp3.000
Tallin, Estonia, Rp29.400
Tashkent, Uzbekistan, Rp700
Tokyo, Jepang, Rp19.600
Ulan Bator, Mongolia, Rp2.200
Ulsan, Korea Selatan, Rp8.000
Yerevan, Armenia, Rp4.700
Asia Tenggara
Hanoi, Vietnam, Rp1.600
Ho Chi Minh City, Vietnam, Rp3.600
Jakarta
, Indonesia, Rp7.500
Kuala Lumpur, Malaysia, Rp2,500
Manila, Filipina, Rp4.200
Singapura, Rp16.200
 Eropa
Amsterdam, Belanda, Rp90.700
Berlin, Jerman, Rp66.700
Cork, Irlandia, Rp0

Gent, Belgia, Rp62.500
Glasgow, Inggris, Rp66.000
Helsinki, Finlandia, Rp32.200
Kopenhagen, Denmark, Rp90.700
Lisabon, Portugal, Rp15.800
Madrid, Spanyol, Rp16.500
Newcastle, Inggris, Rp38.700
Nice, Prancis, Rp43.800
Roma, Italia, Rp13.100
Amerika Selatan
Buenos Aires, Argentina, Rp1.400
Santiago, Cile, Rp11.500
Sao Paulo, Brasil, Rp17.300
Rio de Janeiro, Brasil, Rp8.900
Lima, Peru, Rp6.600
Guayaquil, Ekuador, Rp5.000
Panama City, Panama, Rp5.300
Caracas, Venezuela, Rp2.100
Acapulco, Meksiko, Rp5.800
Tegucigalpa, Honduras, Rp1.100
Oranjestad, Aruba, Rp44.500
Mexico City, Meksiko, Rp1.700
Guadalajara, Meksiko, Rp3.800
Chihuahua, Meksiko, Rp3.800
Havana, Kuba, Rp500
Nassau, Kep. Bahama, Rp16.700
Tijuana, Meksiko, Rp8.200
Amerika dan Kanada
Fort Worth, AS, Rp23.400
San Diego, AS, Rp43.600
Phoenix, AS, Rp22.600
Memphis, AS,Rp7.800
Las Vegas, AS, Rp20.200
Philadelphia, AS, Rp32.100
New York City, AS, Rp21.100
Denver, AS, Rp13.900
Detroit, AS, Rp29.800
Vancouver, Kanada, Rp16.800
Calgary, Kanada, Rp34.800
Edmonton, Kanada, Rp30.800
Ottawa, Kanada,  Rp23.100

Friday, March 19, 2010

Kehidupan Berbangsa dan Bertetangga

Kemarin pas akan naik monorail di stasiun Chow Kit, tiga orang polisi diraja negeri jiran melakukan razia KTP. Entah feeling apa hari itu saya membawa fotocopy paspor dan ID card dari hotel tempat saya menginap untuk urusan dinas. Mereka cuman menanyakan kartu pengenal saya –yang saya sodori fotocopy tsb dan ID card-, mereka juga menanyakan maksud dan  tujuan saya. Setelah sesi tanya jawab singkat itu, saya dipersilahkan melanjutkan perjalanan ke Bukit Bintang, tujuan pelesir saya.

Saya teringat beberapa tahun lalu sebuah email forward-an teman-teman yang menceritakan insiden penangkapan dan pemeriksaan seorang WNI yang ditangkap disekitar KLCC karena tidak membawa tanda pengenal .  Ternyata hal itu tidak terjadi kepada saya.

Belum hilang dari ingatan ketika terjadi adu ketegangan masalah klaim budaya, lagu, tari-tarian dll. Bahkan ketika masyarakat sedang panas-panasnya men-sweeping warga Negara Malaysia sekitar 6 bulan lalu, saya malah mendapat perlakuan sebaliknya dari warga serumpun ini. Saya mendapat sambutan hangat disaat gedung kedutaan mereka dilempari telur busuk.  Tidak ada rona permusuhan di wajah mereka.

Bukan saya hendak membela negara jiran, tapi faktanya adalah memang kita adalah rakyat suatu negara yang jauh tertinggal dalam hal pembangunan secara fisik dan pembangunan mental masyarakatnya, jauuh…  ditinggalkan oleh tetangga dan teman-teman serumpun.

Bahkan saya agak malu ketika didalam suatu forum harian Straits Times ada yang nyeletuk,” Take it easy guys… kita kan masyarakat suatu bangsa yang sedang bergerak menuju peradaban berkelas, sementara mereka (kita-kita) sedang bergulat dengan kehidupan dunia ketiga”. Terkesan sombong sih, agak panas juga kuping kita membacanya (baca kok pake kuping). Tapi itu lah kenyataannya.

Sebagian besar masyarakat kita hidup jauh dibawah garis kemiskinan dengan segala duka nestapa, sebagian besar lain adalah bangsawan dan pesuruh rakyat (baca : aparat negara) yang berkolaborasi dengan taipan-taipan untuk mempertebal kantong dan mempertebal muka. Mempertebal juga kuping dan hati dari sindiran rakyat. Kalo dibahas kebobrokan mereka  tidak akan selesai dalam hitungan 65 tahun, hampir seumur republik ini.

Kalo tidak percaya baca aja komentar-komentar di forum-forum kita. Yang memberi komentar kampungan, yang dikomentari juga arogan. Setiap hari isinya hanya adu mulut dan caci-maki, fenomena yang tidak sehat dalam dunia maya dan nyata, akan tetapi sebagian orang bilang inilah demokrasi.

Kembali kepada kehidupan berbangsa dan bertetangga, harus diakui kalau saat ini kita tertinggal jauh dalam berbagai hal. Harus diterima dengan lapang dada. Mereka pun tidak malu mengakui dulu pernah berguru dari tanah Jawa.


(baca juga tulisan agak lama "Klaim Budaya Itu Sekali Lagi” oleh Radhar Panca Dahana, Sastrawan. Saya setuju banget )


Wednesday, February 24, 2010

Nggak Berbakti Kepada Orangtua, Waraskah Aku...?

Dalam perjalanan ke bandara Soekarno-Hatta sepuluh menit lagi kami akan tiba di terminal 2. Rencananya saya akan ke Bali dalam rangka menemani kedua orangtuaku yang ada sedikit urusan dan silahturahmi dengan kakak ibuku di pinggiran Denpasar. Kebetulan hari ini dan besok adalah jadwal liburku. Aku akan menginap dan membuat review tentang Tune Hotel, sebuah hotel yang menawarkan konsep low cost, memang hotel ini adalah hotel jaringan dari maskapai AirAsia. Semalam sudah browsing ke websitenya cuman nggak booking, go show aja sekalian ingin tahu pelayanannya, toh hari ini bukan musim liburan.

Tiba-tiba HP-ku berdering saya lihat dilayar panggilan dari kantor,  pasti hal penting pikirku.
Dari seberang telpon terdengar suara sekretaris kami,”Mas, lagi dimana? Kita mau minta tolong nih!”
Saya jawab, ada acara mau ngantar kedua ortu ke Bali. Telepon terputus.Kemudian berdering untuk yang kedua kalinya, berarti memang benar-benar penting sekali.
“Ndre... dimana? Kita butuh orang nih untuk perjalanan dinas karena sudah tidak ada lagi SDM yang sanggup,” kali ini suara laki-laki disana yang meminta tolong dengan sopan. Ya, atasan saya langsung. Diikuti dengan alasan kenapa harus saya yang statusnya lagi libur ini harus ketiban sampur. Di perusahaan kami, Day Off adalah hak yang mutlak tidak bisa diganggu gugat. Sebenarnya saya berhak untuk menolak segala macam penugasan dari perusahaan.

Pilihan yang sulit sekali. Disisi lain saya mau menolong orangtua sendiri dilain pihak tempat saya mencari makan membutuhkan saya. Terbayang olehku susahnya kedua ortu yang sudah manula (77 dan 64 thn) ini selama disana. Rencana awal mereka akan naik bis Damri ke terminal ubung untuk menuju kerumah kakak ibuku, lalu untuk urusan selanjutnya memakai angkot atau moda transportasi umum selama 2-3 hari disana. Sementara tas-tas mereka lumayan berat. Sebab itulah saya memutuskan ikut bersama mereka dan mengantar kemana urusannya dengan mobil sewa.

Teringat belasan tahun lalu ketika salah seorang paman memberi petuah dan bercerita bahwa orangtua kita adalah dua orang yang harus kita hormati dan diberikan prioritas dalam berbagai hal, terutama ibu. Kan diajarkan didalam agama bahwa orang nomer satu adalah Ibu, lalu ibu dan terakhir ibu lagi, baru kemudian ayah. Di telapak kakinya pun terdapat surga.
“Walaupun saya sudah siap dengan stelan jas dan dasi siap untuk pergi, tetapi apabila Ibu menyuruh saya untuk menyapu rumah sekalipun. Tanpa ba-bi-bu saya akan kerjakan perintah Ibu,” cerita sang paman.

Saya merubah arah mobil, menganalisa sejenak situasi yang tidak menguntungkan ini kemudian memutuskan. Saya akan jalani tugas dari kantor. Bukan karena akan dapat kompensasi lembur karena libur, bukan karena selama satu setengah bulan kemarin saya seolah-olah dirumahkan karena tidak ada penugasan sehingga kelamaan dirumah, bukan karena diminta atasan secara baik-baik demi kelangsungan perusahaan.
Banyak kolega jika berada diposisi saya seperti saat ini lalu jadi diatas angin seolah-olah menjadi karyawan pahlawan. Menjadi pamrih sudah memberi segalanya buat perusahaan. Kemudian bercerita kepada rekan-rekan yang lain tentang pengorbanan dan loyalitasnya.

Saya menjalani tugas karena kecintaanku terhadap pekerjaan dan salah satu bentuk ke-profesional-an. Masalah dapat rejeki lembur dan kondite baik ya Alhamdullilah. Tetapi apakah ini sebanding. Mendadak saya merasa menjadi anak yang tidak berbakti kepada kedua orangtuanya, sudah menyisihkan mereka.

Duabelas jam lebih selama dalam perjalanan dinas terus-menerus kepikiran tentang “kesalahan” yang telah aku perbuat terhadap orangtuaku.
Ingatanku kembali melayang duapuluh empat tahun silam saat duduk di bangku SMP, saya ingat betul Ibu Darsih –guru PMP kami- berkata tepat didepan muka saya saat mendapat hukuman karena melakukan kesalahan,”Kalau kepalamu kepikiran dan dadamu deg-degan saat usai melakukan kesalahan artinya kamu masih waras, mental kamu masih bisa dibenahi agar lurus” tegas Bu Darsih, salah satu guru dengan predikat galak disekolah kami.
Jantung saya malah deg-degan menanti hukuman apa yang kira-kira akan dijatuhkan saat saya ketahuan bolos keluar kelas saat jam pelajaran dimulai. Panas dingin keringat keluar macam butiran kelereng saat itu.

Ya sudah lah...beruntung  saya masih waras walaupun hari ini nggak berbakti kepada orangtua. Maafkan saya Ibu...Terimakasih Bu Darsih!