Wednesday, April 20, 2011

Kesan Seorang Wisatawan

Dua minggu lalu aku berkenalan dengan Abdullah bin Salman di atas pesawat dari Jeddah menuju Jakarta. Anak muda enerjik ini berangkat liburan ke Indonesia. Entah mungkin terkesan dengan cerita orang atau jatuh cinta pada kunjungan yang pertama, liburannya ini adalah kunjungan keduanya ke Indonesia. Dia yakinkan orang tua dan saudaranya untuk ikut serta. Abdullah sempat mengenyam pendidikan penerbangan di Kuala Lumpur dan sekarang berprofesi sebagai salah satu Air Traffic Controller atau pengatur lalu lintas udara di Bandara King Abdul Aziz di Jeddah, Arab Saudi.

Diatas pesawat dengan antusias dia sudah merencanakan liburannya selama dua minggu di Bandung, dan sekitarnya. Dia tunjukkan dari gadgetnya daftar itinerary dan situs-situs berbahasa arab obyek wisata yang akan dituju selama disana. Sekilas saya lihat ada Taman Cibodas, Tangkuban Perahu, Taman safari, taman buah Mekarsari dan Bandung. Pasti bakal padat acaranya. Saya sempat tawari untuk berkeliling Jakarta di hari kedatangan itu, tapi rupanya dia langsung menuju puncak sesuai rencananya.

Dua minggu berselang, saya mendapat tugas berangkat lagi ke Jeddah. Di ruang tunggu penumpang kami disapa oleh Abdullah yang juga akan pulang  dengan pesawat yang sama. Wow, kebetulan yang luar biasa.

Kami kembali ngobrol di perjalanan menuju Jeddah. Saya tanyakan tentang liburannya, sepertinya acaranya sukses. Kemudian salah seorang teman menanyakan bagaimana kesan-kesannya selama di Indonesia. Tanpa basa-basi Abdulah menjawab, “Saya suka alamnya tapi tidak suka dengan system birokrasi /administrasi dan kemacetannya”. Abdullah tidak cerita detail tentang kekecewaannya, tapi saya berasumsi pasti tentang pungli, korupsi dan semacamnya.

Pengalamanku saat ditanya orang luar,”How do you like my country?”
Seringkali saya menyenangkan orang tersebut dengan menjawab : No, I don’t like it … sengaja saya berhenti sejenak melihat reaksi mukanya. Kemudian meneruskan : But I love it! dan kamipun tertawa. Padahal  dalam hati apa bagusnya sih negara ini tanpa pohon kelapa, pohon pisang, gunung-gunung dan pantai pasir putih? Yang ada hanya menonjolkan infrastruktur  dan sistem keteraturan. Justru ketertiban dan keteraturan inilah yang bisa dipakai sebagai nilai jual negara lain.

Kembali ke Abdullah, berbeda dengan anak muda arab yang lain, Abdullah anak muda yang santun dan jujur. Benar, walaupun sebentar mengenal dia tetapi aku bisa menilainya. Kesannya tentang Indonesia yang diungkapkan tanpa basa-basi memang begitu adanya, dan aku sangat setuju dengannya. Kalau kita tidak berubah, wisatawan-wisatawan seperti dia cukup sekali  dua kali saja datang ke Indonesia karena kecewa dan kesal dengan apa yang telah dialami.  

Sunday, April 17, 2011

Khairunnas Anfa’uhum Linnas

Menurut Emha Ainun Nadjib ada 5 kategori manusia : Manusia wajib, manusia sunnah, manusia mubah, makruh dan manusia haram.

Manusia wajib ditandai jikalau keberadan sangat bermanfaat buat orang lain. Tanda-tanda yg nampak dari seorang manusia wajib diantara dia seorang pemalu jarang mengganggu orang lain sehingga orang lain merasa aman darinya. Perilaku keseharian lebih banyak kebaikannya. Ucapan senantiasa terpelihara, ia hemat betul kata-kata sehingga lebih banyak berbuat daripada berbicara. Sedikit kesalahan tak suka mencampuri yang bukan urusannya dan sangat nikmat kalau berbuat kebaikan. Hari-hari tak lepas dari menjaga silaturahmi sikap penuh wibawa penyabar selalu berterima kasih penyantun lemah lembut bisa menahan dan mengendalikan diri serta penuh kasih sayang. Perilaku 'manusia wajib' membuat hati orang di sekitar tercuri, Kata-katanya akan senantiasa terngiang-ngiang. Keramahan pun benar-benar menjadi penyejuk bagi hati yg sedang membara. Jikalau orang yang berakhlak mulia ini tak ada, maka siapapun akan merasa kehilangan dan terasa ada sesuatu yg kosong di qolbu ini.

Orang yang sunah keberadaan bermanfaat tetapi kalau pun tak ada tak tercuri hati kita. Tidak ada rongga qolbu yang kosong akibat rasa kehilangan. Hal ini terjadi mungkin karena kedalaman dan ketulusan amal belum benar-benar dari lubuk hati yang paling dalam.

Manusia yang mubah ada atau tidak tak berpengaruh bagi orang lain. Di kantor kerja atau bolos sama saja. Seorang yang ketika ada di rumah keadaan menjadi berantakan dan kalau tak adapun tetap berantakan. Inilah manusia mubah. Ada dan tiada tak membawa manfaat tak juga membawa mudharat.

Adapun orang yang makruh keberadan justru membawa mudharat. Kalau dia tidak ada maka tak berpengaruh. Semisal ada seorang ayah sebelum pulang dari kantor suasana rumah sangat tenang tetapi ketika klakson dibunyikan tanda sang ayah sudah datang anak-anak malah lari ke tetangga ibu cemas dan pembantu pun sangat gelisah. Inilah seorang ayah yang keberadaannya menimbulkan masalah.

Lain lagi dengan orang bertipe haram keberadaan malah dianggap menjadi musibah sedangkan ketiadaan justru disyukuri. Jika dia pergi ke kantor perlengkapan kantor pada hilang, kerjanya korupsi sendiri, suka marah-marah pula. Maka ketika orang ini dipecat semua karyawan yg ada malah mensyukurinya.

Sebaik-baiknya manusia ternyata derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauh mana diri punya nilai manfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW bersabda “Khairunnas anfa’uhum linnas”
“Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yg paling banyak manfaat bagi orang lain.” Hadits ini seakan-akan mengatakan bahwa jikalau ingin mengukur sejauh mana derajat kemuliaan akhlak kita maka ukurlah sejauh mana nilai manfaat diri ini.

Monday, April 04, 2011

Hikmah Bencana di Jepang

Bencana gempa dan tsunami di Jepang memberi hikmah dan pelajaran bagi kita yang juga tinggal di daerah rawan bencana. Bangsa Jepang telah menunjukkan pada dunia bagaimana mereka menghadapi cobaan Tuhan mulai pra-bencana, menghadapi dan pasca-bencana dengan semangat pantang putus asa-nya atau dikenal juga dengan motto Gambaru” dan “Gambatte”.

Cetak biru infrastruktur di Jepang memang didisain untuk menghadapi gempa dan tsunami mengingat letak geografisnya. Pelatihan-pelatihan menghadapi gempa sering digelar di berbagai sekolah dan kantor. Bergoyang-goyang di dalam kamar hotel kerap saya rasakan dan mereka tenang-tenang saja sebelum ada pengumuman atau sirine tanda bahaya dibunyikan. Tapi cobaan Tuhan kali ini sangatlah berkuasa dahsyatnya! Manusia memang hanya bisa berupaya.

Mengikuti perkembangan penanganan pasca bencana lewat koran dan internet juga membuat kita berdecak kagum, semua berlangsung rapi walaupun banyak hal yang menyedihkan. Ada jalan ambles yang mulus lagi dalam waktu 6 hari, Nenek yang terkurung  reruntuhan selama 9 hari, aksi heroik tim Fukushima 50 dalam memperbaiki reaktor  nuklir yang bocor.  Pemerintah yang sekuat tenaga melindungi rakyat, dan sebaliknya rakyat yang tabah menghadapi bencana. Masih banyak cerita mengesankan di pengungsian.  Saya belum pernah membaca pemerintah Jepang  mengumumkan secara resmi bahwa mereka membutuhkan bantuan negara lain. Yang saya baca disurat kabar  malah ucapan resmi pernyataan terimakasih dutabesar Jepang di Indonesia, luar biasa.

Menurut saya dari semua hal yang bisa diambil sebagai pelajaran adalah budaya  mereka yang patut kita tiru. Budaya malu untuk korupsi, budaya rendah hati, respek pemerintah kepada rakyat pemilik negri, semangat, daya juang dan nasionalisme rakyat membuat kita harus bercermin diri. Seyogyanya semua pihak berkaca pada kejadian ini, semua hal dan tata kelola penanganan bencana yang menyangkut rencana, strategi, kebijakan, mitigasi dan solusi penanganan bencana mulai dipikirkan kembali buat menghadapi bencana mendatang.