Tuesday, March 30, 2010

Artikel Harga Air (NGI) Yang Menarik Saya

Saat membaca National Geographic Indonesia (NGI) edisi April 2010 ada artikel yang menarik yaitu Harga Air. Digambarkan disitu peta dunia dan letak beberapa kota dunia serta harga air.
Harga air leding sangat beragam, rentangnya bisa relatif besar  termurah Rp0  sampai termahal Rp90,700 di Kopenhagen dan Amsterdam (lihat tabel dibawah)
Untuk harga air termurah Rp0  dilatari oleh kepentingan politis dari rezim berkuasa untuk mendongkrak status, polpularitas dan kekuasaan (Turkmenistan dan Libya), sementara di India Harga rendah dimaksudkan untuk membantu rakyat miskin. Namun jawatan penyedia air  yang minim dana tidak mampu melayani daerah kumuh, dan memaksa penduduknya membayar biaya yang menggelembung kepada perusahaan air swasta di India.
Sementara di Irlandia, pajak bumi dan bangunan sudah termasuk pasokan air.
Masih menurut NGI, Walau kekurangan air, China tetap menekan harga air untuk menahan laju inflasi. Harga air kini dinaikkan untuk menggalakkan konservasi. Banyak yang percaya, kita akan lebih banyak menghemat air jika harganya lebih tinggi.
Hal menarik menurut saya adalah bagaimana bisa beberapa negara-negara di Afrika dan Timur Tengah yang tandus dan sebagian negara miskin (Etiopia, Kenya, Zambia, Nigeria), harga air bisa lebih murah dari negara kita yang gemah ripah loh jinawi ? Apalagi kalo musim hujan, air melimpah ruah hingga kejalan-jalan
Bahkan dibanding negara tetangga, termasuk China dan Korea harga air kita masih lebih mahal. Sementara PDAM tidak terlampau banyak menangguk untung dan merugi, ada apa PDAM ??
Untuk konservasi? I don’t think so…
Berikut adalah tabel nama kota, negara dan harga air (sudah konversi Rupiah) per satu meter Kubik tahun 2009. Artikel dari National Geographic Indonesia edisi April 2010 halaman 38, saya ketik ulang berdasarkan letak geografis sebagai perbandingan.
Sumber : Global Water Intelligence.
Australia dan Selandia Baru
Aucland, Selandia Baru, Rp38.600
Perth, Australia, Rp28.000
Brisbane, Australia, Rp39.700
Melbourne, Australia, Rp36.000
Sydney, Australia, Rp42.600
Afrika dan Timur Tengah
Addis Ababa, Etiopia Rp2.300
Aljir, Aljazair, Rp1.100
Cape Town, Afrika Selatan, Rp11.100
Casablanca, Maroko, Rp9.000
Damaskus, Suriah, Rp700
Dubai, UEA, Rp21.600
Gaborone, Botswana, Rp5.700
Johannesburg, Afrika Selatan, Rp4.800
Kairo, Mesir Rp7.000
Kigali, Rwanda, Rp6.200
Lagos, Nigeria, Rp3.300
Lusaka, Zambia, Rp1.900
Muskat, Oman, Rp15.300
Nairobi, Kenya Rp5.200
Ramallah, Tepi Barat, Rp15.300
Riyadh, Arab Saudi Rp3.000
Tripoli, Libia, Rp0

Tunis, Tunisia, Rp3.700
Windhoek, Namimbia,Rp18.600
 Asia
Ashgabat, Turkmenistan, Rp0

Bangalore, India, Rp1.700
Beijing, China, Rp5.400
Chongqing, ChinaRp4.100
Hiroshima, Jepang, Rp18.300
Hongkong, China, Rp5.400
Karachi, Pakistan, Rp300
Kolkata, India, Rp0

Kolombo, Srilanka, Rp1.100
Kumamoto, Jepang, Rp27.400
Moskwa, Rusia, Rp8.700
New Delhi, India, Rp800
Odesa, Ukraina, Rp4.400
Sapporo, Jepang, Rp22.800
Seoul, Korea Selatan, Rp5.700
Shanghai, China, Rp3.100
Taipei, Taiwan, Rp3.000
Tallin, Estonia, Rp29.400
Tashkent, Uzbekistan, Rp700
Tokyo, Jepang, Rp19.600
Ulan Bator, Mongolia, Rp2.200
Ulsan, Korea Selatan, Rp8.000
Yerevan, Armenia, Rp4.700
Asia Tenggara
Hanoi, Vietnam, Rp1.600
Ho Chi Minh City, Vietnam, Rp3.600
Jakarta
, Indonesia, Rp7.500
Kuala Lumpur, Malaysia, Rp2,500
Manila, Filipina, Rp4.200
Singapura, Rp16.200
 Eropa
Amsterdam, Belanda, Rp90.700
Berlin, Jerman, Rp66.700
Cork, Irlandia, Rp0

Gent, Belgia, Rp62.500
Glasgow, Inggris, Rp66.000
Helsinki, Finlandia, Rp32.200
Kopenhagen, Denmark, Rp90.700
Lisabon, Portugal, Rp15.800
Madrid, Spanyol, Rp16.500
Newcastle, Inggris, Rp38.700
Nice, Prancis, Rp43.800
Roma, Italia, Rp13.100
Amerika Selatan
Buenos Aires, Argentina, Rp1.400
Santiago, Cile, Rp11.500
Sao Paulo, Brasil, Rp17.300
Rio de Janeiro, Brasil, Rp8.900
Lima, Peru, Rp6.600
Guayaquil, Ekuador, Rp5.000
Panama City, Panama, Rp5.300
Caracas, Venezuela, Rp2.100
Acapulco, Meksiko, Rp5.800
Tegucigalpa, Honduras, Rp1.100
Oranjestad, Aruba, Rp44.500
Mexico City, Meksiko, Rp1.700
Guadalajara, Meksiko, Rp3.800
Chihuahua, Meksiko, Rp3.800
Havana, Kuba, Rp500
Nassau, Kep. Bahama, Rp16.700
Tijuana, Meksiko, Rp8.200
Amerika dan Kanada
Fort Worth, AS, Rp23.400
San Diego, AS, Rp43.600
Phoenix, AS, Rp22.600
Memphis, AS,Rp7.800
Las Vegas, AS, Rp20.200
Philadelphia, AS, Rp32.100
New York City, AS, Rp21.100
Denver, AS, Rp13.900
Detroit, AS, Rp29.800
Vancouver, Kanada, Rp16.800
Calgary, Kanada, Rp34.800
Edmonton, Kanada, Rp30.800
Ottawa, Kanada,  Rp23.100

Friday, March 19, 2010

Kehidupan Berbangsa dan Bertetangga

Kemarin pas akan naik monorail di stasiun Chow Kit, tiga orang polisi diraja negeri jiran melakukan razia KTP. Entah feeling apa hari itu saya membawa fotocopy paspor dan ID card dari hotel tempat saya menginap untuk urusan dinas. Mereka cuman menanyakan kartu pengenal saya –yang saya sodori fotocopy tsb dan ID card-, mereka juga menanyakan maksud dan  tujuan saya. Setelah sesi tanya jawab singkat itu, saya dipersilahkan melanjutkan perjalanan ke Bukit Bintang, tujuan pelesir saya.

Saya teringat beberapa tahun lalu sebuah email forward-an teman-teman yang menceritakan insiden penangkapan dan pemeriksaan seorang WNI yang ditangkap disekitar KLCC karena tidak membawa tanda pengenal .  Ternyata hal itu tidak terjadi kepada saya.

Belum hilang dari ingatan ketika terjadi adu ketegangan masalah klaim budaya, lagu, tari-tarian dll. Bahkan ketika masyarakat sedang panas-panasnya men-sweeping warga Negara Malaysia sekitar 6 bulan lalu, saya malah mendapat perlakuan sebaliknya dari warga serumpun ini. Saya mendapat sambutan hangat disaat gedung kedutaan mereka dilempari telur busuk.  Tidak ada rona permusuhan di wajah mereka.

Bukan saya hendak membela negara jiran, tapi faktanya adalah memang kita adalah rakyat suatu negara yang jauh tertinggal dalam hal pembangunan secara fisik dan pembangunan mental masyarakatnya, jauuh…  ditinggalkan oleh tetangga dan teman-teman serumpun.

Bahkan saya agak malu ketika didalam suatu forum harian Straits Times ada yang nyeletuk,” Take it easy guys… kita kan masyarakat suatu bangsa yang sedang bergerak menuju peradaban berkelas, sementara mereka (kita-kita) sedang bergulat dengan kehidupan dunia ketiga”. Terkesan sombong sih, agak panas juga kuping kita membacanya (baca kok pake kuping). Tapi itu lah kenyataannya.

Sebagian besar masyarakat kita hidup jauh dibawah garis kemiskinan dengan segala duka nestapa, sebagian besar lain adalah bangsawan dan pesuruh rakyat (baca : aparat negara) yang berkolaborasi dengan taipan-taipan untuk mempertebal kantong dan mempertebal muka. Mempertebal juga kuping dan hati dari sindiran rakyat. Kalo dibahas kebobrokan mereka  tidak akan selesai dalam hitungan 65 tahun, hampir seumur republik ini.

Kalo tidak percaya baca aja komentar-komentar di forum-forum kita. Yang memberi komentar kampungan, yang dikomentari juga arogan. Setiap hari isinya hanya adu mulut dan caci-maki, fenomena yang tidak sehat dalam dunia maya dan nyata, akan tetapi sebagian orang bilang inilah demokrasi.

Kembali kepada kehidupan berbangsa dan bertetangga, harus diakui kalau saat ini kita tertinggal jauh dalam berbagai hal. Harus diterima dengan lapang dada. Mereka pun tidak malu mengakui dulu pernah berguru dari tanah Jawa.


(baca juga tulisan agak lama "Klaim Budaya Itu Sekali Lagi” oleh Radhar Panca Dahana, Sastrawan. Saya setuju banget )