Tuesday, December 27, 2011

Trans Studio Waktu Liburan (Peak Season)

Datang jauh-jauh dari Malang sepupu saya dan dua anak remajanya ngajak main ke Trans Studio di Bandung .  Setelah menginap semalam di Setiabudi pagi-pagi saya antar mereka ke Bandung Super Mall lokasi tempat hiburan tersebut, saya nyusul bersama anak-anak siangnya. Tiket Trans Studio dimusim liburan naik menjadi Rp200ribu kalau non liburan Rp150ribu, semua usia dari bayi sampai lansia wajib beli tiket yang berwujud kartu debet yang berlaku sebagai uang elektronik. Rombongan keluarga saya terdiri dari dua dewasa dan tiga anak sudah sejuta perak buat masuk aja. Kesan pertama saya waktu beli tiket, tempat hiburan ini kok komersial banget ya…!
Pertama masuk semua tas diperiksa yang dicari bukan security atau dangerous item seperti pemeriksaan keamanan di mall-mall atau bandara, tapi makanan dan minuman. Oke-lah kalau kita disuruh beli makan dan minum didalam tapi harganya jangan mahal-mahal dong, udah gitu di-monopoli oleh brand tertentu. Harga-harga souvenir didalam juga nggak murah. Kaos kaki balita buat masuk arena permainan tertentu (wajib) yang di Timezone cuman Rp3ribu disini dijual Rp20ribu.
Gak banyak permainan yang bisa dinikmati oleh anak-anak saya (usia 10, 6 dan 4 tahun) semua wahana dibatasi oleh tinggi badan rata-rata untuk 130cm keatas. Selama total hampir enam jam didalam kawasan hiburan ini praktis anak-anak hanya bermain di tiga wahana  dari total 20 wahana: Dunia Anak, Pirate Ship (arena main anak-anak seperti kebanyakan di mall-mall tetapi dengan arena yang lebih besar) dan Science Center. Ditambah satu wahana lagi bagi anak saya yang berusia 10 tahun yaitu Dragon Rider setelah ngantri hampir satu jam.  Saya sendiri gak naik wahana apapun karena males lihat antriannya.
Beli makan juga harus ngantri lebih dari setengah jam itupun pake berantem sama pengunjung yang belum pernah dapat training ‘Budaya Antri’. Intinya cape deh!
Diantara antrian ada jalur khusus non antri yang dinamakan VIP Access, untuk mendapatkan privilege itu pengunjung harus rela keluar kocek lagi sebesar tiket masuk yaitu Rp200ribu. Sempat ngobrol dengan sepasang pengunjung dari kepulauan Riau yang kesal dengan sistem ini yang disebutnya diskriminasi. Saya hanya berkilah,”Inilah potret negara kita Pak, siapa yang bisa bayar dapat posisi!”
Beliau merasa mendapat informasi yang keliru yaitu bayar Rp150-200rb bisa naik semua wahana sepuasnya. Kenyataannya dia cuman naik satu wahana setelah berjuang antri lebih 60 menit. Sungguh mengecewakan kami yang jauh-jauh datang dari luar pulau, curhatnya.
Buat balita tempat hiburan ini nggak seimbang dengan harga tiketnya, sementara buat lansia kurang cocok.
Kesan pertama saya tempat hiburan ini komersial banget ternyata betul banget, paling tidak pada saat-saat musim liburan seperti sekarang. Tempat hiburan yang tidak berpihak pada rakyat dan hanya memikirkan keuntungan lebih. Beberapa pengunjung yang ngobrol dengan saya juga mengeluhkan hal yang sama. Saya tanyakan kepada salah seorang pegawai yang bertugas kenapa bisa seperti ini, jawabannya karena biaya operasional yang tinggi.
Kayaknya pengelola Trans Studio harus pergi ke Genting Highland yang bayar cuman 60 ringgit sepuasnya, Sentosa Island atau kalau merujuk pada tempat hiburan yang pro rakyat anda harus datang ke Jatim Park Batu dengan Secret Zoo-nya atau ke Taman Safari bahkan Dunia Fantasi Ancol.
Terakhir saya katakan kepada pegawai tersebut,”Dua kali saya berkunjung ke Disneyland dan saya selalu ingin pergi kesana lagi, buat Trans Studio cukup sekali ini aja kemari.”