Dari jaman batu hingga jaman beton, manusia butuh rumah sebagai tempat berlindung dan berkumpul. Jaman sekarang, orang berlomba-lomba menghias memperluas, mengisi dengan berbagai perabot mewah demi mencari kenyamanan rumah sebagai fungsinya untuk tempat tinggal. Tapi tetap saja orang nggak betah berlama-lama tinggal dirumah.
Foto: Rumah dibelakang kost Toni Merbabu di Jogya
Suatu hari saya mendengar instruktur saya bernasehat. Bahwa kenyamanan suatu rumah dilihat bukanlah dari besar dan mewah, tapi damai suasana didalamnya terutama ditentukan oleh jiwa para penghuni. Rumah yang selalu dirindukan semua anggota keluarga untuk berkumpul kembali sejauh apapun kita melangkah keluar rumah.
Foto: Suvenir miniatur keramik Al Quran di rumah Rudi dan Yura
Tidak perlu perabot yang luks, semua isi rumah kita buat dari hati pikiran yang bersih. Semua tiang kita bangun dari ajaran-ajaran agama yang kokoh.
Tidak perlu bangunan yang luas, yang penting para penghuni dalam rumah dituntut untuk teduh dan lapang dalam menyikapi berbagai persoalan hidup. Sehingga tidak ada cerita anak, istri atau suami yang minggat/kabur dari rumah, mertua dan orangtua yang nggak krasan tinggal dirumah menantu/anaknya karena masing-masing penghuni menciptakan pertengkaran neraka didalam rumah.
Foto: Taman Sari, Jogya
Hapus semua, rasa curiga orangtua ke anak, anak yang mendebat kakek/nenek, mertua ke menantu. Hilangkan hidup berkasta-kasta dengan pembantu, supir, tukang yang telah berjasa kepada hidup kita. Harmonisasi yang baik dalam sebuah rumah akan berimbas aura positif kepada penghuninya.
Jadikan rumah sebagai sarana tempat untuk berkumpul membagi kasih sayang dan berempati dengan orang disekitar kita. Nasehat diatas terdengar klasik, ratusan kali terdengar oleh kita. Tapi, terapkanlah sekali saja untuk seterusnya. InsyaAllah akan ada rahmat yang berkunjung serta diluaskan hati kita.
Foto: Sudara Nikk di Pacet
Apapun jenis rumah anda, rumah kontrak, rumah petak, rumah kayu, rumah susun, rumah mewah, rumah RSS, apartement, yang penting anda punya konsep pulang ke rumah sebagai analogi surga.
Karena sebagai muslim kita mengenal konsep qolbu mukmin baitullah. Didalam kalbu seorang mukmin terdapat 'rumah' lapang Allah. Ada kelapangan hati kita untuk kembali kepada pencipta. Karena itu Nabi membuat konsep baiti jannati, rumahku adalah surgaku.
Karena sebagai muslim kita mengenal konsep qolbu mukmin baitullah. Didalam kalbu seorang mukmin terdapat 'rumah' lapang Allah. Ada kelapangan hati kita untuk kembali kepada pencipta. Karena itu Nabi membuat konsep baiti jannati, rumahku adalah surgaku.
Yes, I’m going home kids.
Thanks to Capt. B. Iswana yang sudah memberi saya banyak pelajaran hidup.