Berbekal impian sedari kecil yaitu melihat langsung partai piala dunia secara langsung sekali saja dalam hidup, saya berangkat ke stadion Stanford, Palo Alto, sekitar 30 mile selatan San Fransisco. Walaupun sudah baca di Koran bahwa tiket telah habis terjual jauh hari sebelum pertandingan, tetap saja saya bertekad bisa masuk stadion.
Paling tidak pasti ada acara-acara menarik sekitar venue yang bisa ditonton, maklumlah pesta olahraga manusia sejagat. Tapi masalahnya sepakbola bukan olahraga populer di Amerika Serikat. Iklan komersial salah satu minuman ringan sampai menyindir dengan kata-kata yang artinya kira-kira : Marilah kita ramaikan dan tontonlah pertandingan olahraga terbesar di planet bumi ini, bahkan lebih besar daripada gabungan tiga cabang olahraga terpopuler disana yaitu American football (rugby), basketball dan baseball.
Anehnya sesampai konter penjualan, tiket untuk penonton go show juga sudah ludes. Padahal saya datang ke stadion lebih awal. Rupanya tiket lewat pemesanan diborong oleh sponsor produk buat diberikan kepada pelanggannya lewat promosi-promosi dan undian. Sementara alokasi tiket go show yang dijual on the spot sangatlah sedikit, saya belum sempat mengantri tiket sudah habis.
Beruntung seseorang bule Amerika menghampiri saya sambil menawarkan tiket yang dipegangnya, sudah pasti ponakan tulen paman Sam yang gak doyan bola. Transaksi sama sekali nggak alot karena dia menjual lebih murah dari harga yang tertera di tiket, sudah pasti juga dia bukanlah calo tiket. Entah dapat tiket dari membeli TV atau diberi hadiah oleh istrinya. Yang jelas nama di tiket tertera nama orang timur tengah. Bagi saya persetan adanya, yang penting salah satu mimpi saya jadi kenyataan.
Masuk stadion saya agak sedikit kecewa bukan karena ternyata banyak kursi yang masih kosong di tribun meski tiketnya nil, akan tetapi karena tempat duduk tiket itu ternyata ada di belakang tiang gawang. Apalagi stadion Stanford adalah stadion dengan peruntukan lapangan American football, dimodifikasi sedemikian rupa plus terdapat lintasan atletik, membuat jarak dibelakang tiang gawang lebih jauh daripada stadion bola tanpa lintasan atletik.
Ah… ya sudah lah, saya juga tidak fokus pada pertandingan antara Kamerun dan Rusia ini padahal pertandingan sarat dengan gol (skor 6-1 buat Rusia). Saya lebih mengamati suasana didalam stadion yang tetap riuh dengan sorakan penonton Amerika yang mungkin mereka juga gak ngerti istilah “offside” dan “handsball” toh mereka tetap atraktif, namanya juga pesta.
Foto bersama legenda sepak bola dari Brasil, Edison Arantes do Nascimento :))